Bismillahirohmanirohim......
Apa
kabar ikhwan dan akwat sekalian hari ini.? Semoga baik-baik saja dan selalu ada
dalam lindungan ALLOH S.W.T. amie..n. setelah lama tidak memposting apapun dalam
blog sederhana kami ini. Dengan tujuan meraih keridoan ALLOH dan agar blog ini
tidak sepi dari posting :D maka kami khususnya saya (admin) memutuskan untuk
tidak hanya mengisi blog ini dengan artikel/info mengenai hajad saja, akan
tetapi akan lebih universal kepada artikel-artikel yang berhubungan dengan
agama islam. Demi kemanfaatan bersama.
Baik,
untuk postingan perdana kali ini, di mulai dari sebuah cerita. Beberapa hari
lalu kami (santri kls 2 mln) di beri tugas perdana dalam pelajaran “masa’il
fiqih” yang kami pelajari dari kitab “al-hidayah” jilid 1 karya al-ustadz Aceng
zakariya. Dari kitab itulah kami di bimbing oleh seorang ustadz di pesantren
kami yang tdk perlu saya sebutkan namanya :D. Sang ustadz dalam pengajaan
pertamanya hanya membahas sedikit saja halaman halaman awal, lalu selanjutnya
memberi tugas yang cukup membuat kami memutar otak dan mencari tahu
kesana-kemari sebisa kami untuk mengerjakan tugas tersebut yang rincinya :”
jelaskan apa perbedaan antara lafadz ‘alima-fahima-faqiha juga akmaltu dan atmamtu dan juga irsyad dan hudan”
1. perbedaan
antara lafadz ‘alima-fahima-faqiha
a. ’Alima
Dari
kata ‘alima dapat diturunkan antara lain kata al-‘ilm (ilmu).
Berbagai turunan dari kata ‘alima (ya’lamu, ta’lamu, na’lamu,
ta’lamun, ya’lamun, i’lamu, ‘allama, dan yang sejenisnya) disebut
sebanyak 749 kali dalam Alquran yang secara keseluruhan berbicara soal
pengetahuan atau ilmu, termasuk mengajar, mengajarkan, dan yang mengetahui atau
berilmu (‘Abd al-Baqi,[t.th.] : 596-609).Contoh penggunaan kata ‘alima dalam
Alquran adalah sebagai berikut
اقراء باسم ربك الذى خلق خلق الانسان من علق اقراء وربك الاكرم الذى علم بالقلم علم
الانسان ما لم يعلم
Artinya
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacala, dan
Tuhanmu Yang maha mulia. Yang mengajar kepada (manusia) dengan perantaraan
qalam. Yang mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya (Q.S. al-‘Alaq/96 :
1-5)
‘alima yang me-ngandung arti mengetahui. Ulama adalah
bentuk jamak dari perkataan ‘alim. Secara bahasa, ulama berarti orang yang
memiliki pengetahuan luas dalam bidang ilmu agama ataupun ilmu pengetahuan
lainnya.
b. Fahima
Satu kali
Allah menyebut kata fahima dengan pengertian ‘mengerti’, yaitu
pada:
ففهمنها سليمن وكلا اتيناحكما وعلما وسخرنا مع داود الجبال ويسبحنا والطير وكنا فاعلين
Artinya
Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman
tentang hukum( yang lebih tepat), dan kepada masing-masing mereka telah Kami
berikan hikmah dan ilmu dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan
burung-burung, semua bertasbih bersama Dawud. Dan Kamilah yang melakukannya
(Q.S. al-Anbiya/21 : 79).
c. Faqiha
Kata yang
dapat diturunkan dari kata faqiha antara lain yafqahu,
tafqahu yang secara umum berarti memahami, paham, mengerti dan yang
sejenisnya disebut dalam Alquran sebanyak 20 kali, yang menandakan bahwa umat
Islam harus senantiasa memahami, mengerti diri dan lingkungan di mana ia
berada, termasuk dari mana ia berasal dan akan ke mana ia pergi dari kehidupan
ini kalau ia ingin hidup selamat. Ayat berikut memberikan penjelasan bagaimana
manusia berada dalam keadaan hidup di dunia ini:
وهو الذى انشاكم من نفس واحدة فسستقر ومستودع قد فصلنا الايات لقوم يفقهون
Artinya
Dan Dialah yang menciptakan kamu dari seorang diri,
maka (bagimu) ada tempat tetap dan tempat simpanan. Sesungguhnya telah Kami
jelaskan tanda-tanda kebesaran Kami kepada orang-orang yang mengetahui (Q.S.
al-An’am/6 : 98).
2. perbedaan antara lafadz akmaltu dan atmamtu
Ketika Nabi saw. wuquf (berada di Arafah) bertepatan dengan hari raya
umat Yahudi dan Nasrani. Pada saat itu tibalah wahyu terakhir kepada Nabi
Muhammad saw.: Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, telah
Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku untukmu dan telah Kuridhai Islam (penyerahan
diri) menjadi agama untukmu (QS 5:3). Demikianlah terjemahan menurut Tim Depag.
Menarik sekali untuk dipahami dan dihayati berkaitan dengan wahyu
terakhir yang turun pada saat umat Islam merayakan Idul Adha. Misalnya, arti
akmaltu yang diterjemahkan dengan “Kusempurnakan”, dan atmamtu yang
diterjemahkan dengan “Kucupkan”.
Saya
tidak tahu persis apa perbedaan antara kedua kata tersebut dalam bahasa
Indonesia. Tetapi, Al-Quran menggunakan keduanya untuk makna yang sama tapi
tidak serupa. Akmaltu diartikan dengan “menghimpun banyak hal yang kesemuanya
sempurna dalam satu wadah yang utuh.” Sedangkan atmamtu diartikan dengan
“menghimpun banyak hal yang belum sempurna sehingga menjadi sempurna.”
“Agama” DISEMPURNAKAN, sedangkan “nikmat” DICUKUPKAN, seperti halnya
dalam bahasa terjemahan di atas. Ini berarti bahwa petunjuk-petunjuk agama yamg
beraneka ragam itu kesemuanya dan masing-masingnya telah sempurna. Jangan
menduga petunjuk shalat, zakat, nikah, jual beli, dan sebagainya yang
disampaikan oleh Al-Quran masih mempunyai kekurangan-kekurangan. Semua telah
sempurna dan dihimpun dalam satu wadah yaitu dîn atau yang dinamai dengan agama
Islam.
“Nikmat”
telah dicukupkan. Memang banyak nikmat Tuhan, misalnya, kesehatan, kekayaan,
pengetahuan, keturunan, dan sebagainya. Tetapi, jangan menduga bahwa
masing-masing telah sempurna. Kesemuanya ini, walaupun digabungkan, masih akan
kurang. Baru sempurna apabila ia dihimpun bersama dengan apa yang turun dari
langit berupa petunjuk-petunjuk Ilahi. Petunjuk-petunjuk itulah – ketika
digabungkan dengan anugerah-anugerah semacam kesehatan, kekayaan dan sebagainya
– yang menjadikannya nikmat-nikmat yang sempurna. Bila Anda memperoleh kekayaan
tanpa agama, maka betapapun banyaknya ia tetap kurang, demikian pula yang lain.
Dîn
(agama) dan dain (utang) adalah dua kata dari akar yang sama, yang mempunyai
kaitan makna yang sangat erat. Beragama berarti usaha mensyukuri
anugerh-anugerah Tuhan. Dengan kata lain, membayar “utang” dan “budi baik”
Tuhan kepada kita. Sayang kita tak mampu membayar tuntas dan sempurna, karena
terlalu banyaknya anugerah tersebut, sampai-sampai kita tak dapat lagi
menghitungnya. Maka untuk menampakkan itikad baik kita kepada-Nya, kita datang
menghadap dan menyerahkan segala apa yang kita miliki sambil berkata: “Ya Allah
aku tak mampu membayar
utangku, karenanya aku datang menyerahkan wajahku kepada-Mu, Aslamtu wajhi
ilaika." Inilah Islam, dalam arti penyerahan diri kepada kepada Allah.
Syukurlah, Allah menerima pembayaran yang demikian, dan dinyatakan
secara resmi penerimaan tersebut pada wahyu terakhir itu: Telah Kuridhai
(Kuterima dengan puas dan senang) Islam (penyerahan dirimu) sebagai agama
(pembayaran utang). []
3.
perbedaan antara lafadz irsyad dan hudan
Irsyad
bisa di artikan petunjuk yang menuntun manusia ke jalan yang benar (haq). Atau
juga bisa di katakan sebagai salah satu jalan dalam meraih hidayah.
Sedangkan
hudan bermakna lebih dalam lagi yakni petunjuk dalam artian pedoman. Pedoman
hidup manusia dalam berbagai aspek kehidupan atau juga bisa di atikan sebagai
rincian (hukum) setiap perkara.
Al-Hafidz
as-Suyuthi dalam tafsir Jalâlain menjelaskan bahwa al-hudâ bermakna “petunjuk
yang dapat menghindarkan seseorang dari kesesatan”. Sedangkan bayyinât min
al-hudâ bemakna, “ayat-ayat yang sangat jelas serta hukum-hukum yang
menunjukkan seseorang kepada jalan yang benar.”
Dengan
demikian dapat di buat sebuah skema tangga piramida pendek bahwa urutan yang
lebih baik dari keduanya ialah “ kita mendapatkan irsyad kepada jalan yang haq,
setelah itu baru berupaya untuk mendapatkan hudan sebagai pedoman atas ke ‘haq’
an qita.
(irsyad->hudan).
Semoga artikel sederhana kami ini
bisa bermanfaat. Pertanyaan, kritik juga sarannya kami tunggu.